Sumbar | Gardapelitanews.com – Diduga sejumlah niniak mamak (pemimpin kaum adat) dan masyarakat di Nagari Harau itu telah memperjual belikan lahan pusaka rendah dan pusaka tinggi di daerah itu secara sepihak hingga menimbulkan pergesekan antara masyarakat dan niniak mamak di dua jorong tersebut.
Konflik lahan di Nagari Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) hingga kini terus berlanjut tepatnya di Jorong Landai, dan Jorong Sungai Data. Konflik ini bermula dari pengambil alihan lahan oleh sejumlah orang yang mereka sebut asing dan aseng (WNI Etnis Tionghoa).
Menurut warga setempat sekitar 100 hektar lahan di dua jorong tersebut telah berpindah tangan hak kepemilikan ke tangan Asing dan Aseng tersebut, Sabtu (18/1/2025).
“Sekitar 80 persen di Jorong Sungai Data, Nagari Harau, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota telah menjadi hak milik asing dan aseng dengan cara tidak sah. Total sekitar 100 hektar di dua Jorong itu,” kata salah seorang warga di Landai.
Bahkan konflik hingga terjadi baku hantam antar warga yang lahannya diambil alih dengan pembeking asing dan aseng yang berujung saling lapor ke kepolisian 50 Kota.
Tak hanya itu konflik itu meluas ke tuntutan pemberhentian kepala jorong Landai yang diduga masyarakat bekerjasama memuluskan rencana asing dan aseng tersebut.
“Masyarakat Jorong Landai menyikapi Musyawarah bersama yang dihadiri babinsa, pihak kepolisian 50 Kota, Bamus, dan masyarakat Landai. Musyawarah ini menindaklanjuti surat masuk ke kami pemerintahan Nagari Harau yang meminta pemberhentian jorong Landai,” kata Wali Nagari Harau, Sukriandi.
Masyarakat Kenagarian Harau Kabupaten Lima Puluh Kota merasa geram dengan pola Asing dan Aseng tersebut dalam menguasai lahan di Ranah Minang khususnya di Jorong Landai dan Jorong Sungai Data, Nagari Harau, Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Masyarakat Harau mengatakan ia sudah mengumpulkan informasi terkait masalah lahan tersebut. Menurutnya ini mengkhawtirkan karna ia mencium ada pola-pola mafia tanah sudah mulai masuk ke ranah Minang.
“Benteng terakhir NKRI adalah Ranah Minang, disini tanah tidak boleh diperjual belikan apalagi ke orang asing – aseng, hal itu sudah diatur secara adat Minang turun temurun. Saya meminta masyarakat Jorong Landai dan Jorong Sungai Data Kompak untuk menghadapinya,” kata Masyarakat Harau tersebut.
Ia juga berharap (APH RI) Penegak Hukum Republik Indonesia dan pemuka adat KAN Nagari Harau setempat mengambil tindakan yang tegas dan tepat. yang diduga penyerebotan hak lahan dan pengerusakan petani warga tersebut secara tidak sah, diduga ada oknum – oknum aparat yang membekingi mafia tanah asing dan aseng.
“Masyarakat Kabupaten Lima puluh Kota harus membuka mata bahwa motif jangka panjang penguasaan lahan di Jorong Landai dan Jorong Sungai Data itu karna dua daerah itu memiliki potensi yang luar biasa, dari perkebunan, objek wisata dan tambang. Selain itu daerah itu akan menjadi jalur lintas terdekat ke Pasaman via Limapuluh Kota,” tegasnya.
Terakhir masyarakat Harau mewanti-wanti kepolisian 50 Kota, BPN 50 Kota, dan Pemkab 50 Kota jangan sampai bermain-main dengan masalah ini. Ini penindasan secara halus dan penguasaan wilayah dengan cara membeli murah dan memanfaatkan warga setempat dengan taktik adu domba.
“Ya kita akan mengkaji dengan mendalam, dan mempertimbangkan untuk mewakili masyarakat untuk menggugat dan melaporkan permasalahan lahan itu,” tegasnya.
*”No Viral No Justice”*
(Tim/Red)