November 15, 2024

Kantor Hukum PTW & Rekan Prapidkan Ditreskrimum Polda Banten

BANTEN | Kantor Hukum PTW & Rekan yang berkedudukan di Jakarta, Adv. Puguh Kribo, S.T., S.H.,M.H., , dan rekan Adv. Santoso, S.H., Adv. Sendy Hansen Sirait, S.H., datangi kantor Pengadilan Negeri Serang Banten, Senin (3/6/2024) kemaren.

Puguh menjelaskan kedatangannya ke PN Serang Banten mengajukan pendaftaran gugatan Praperadilan terkait adanya dugaan salah persangkaan Pasal 263 KUHPidana, Pasal 264 KUHPidana dan atau Pasal 266 KUHPidana, atas salah tangkap dan penahanan terhadap inisial SS dengan Nomor Perkara 7/PID.PRA/2024/PN.SRG dan inisial RD, BJ, ZA, dengan Nomor Perkara 8/PID.PRA/2024/PN.SRG, atas dasar Salah Sangkaan.

“Begini, awal mula diajukannya Pra Peradilan adalah adanya salah persangkaan yang bermula dari RH yang bernama FH sekitar tahun 2007 sesuai nomor order Merek di Notaris di jl Jombang, Cilegon Banten bernama NMF, dan penandatanganan akta terjadi di Jakarta bukan di Cilegon Banten. “Kata Puguh.

Menurutnya, pada saat penandatanganan berkas di Jakarta hanya dihadiri oleh RH sesuai dengan Minota, sedangkan FH tidak hadir dikarenakan telah meninggal dunia pada Februari di Badung Bali 2022.

“Tandatangan atau signature kondisi kosong di minota (notulis) notaris NMF, jadi proses penandatanganan ada di Locus Jakarta Utara yang seharusnya wilayah Yurisdiksi dari Polda Metro Jaya. Semestinya notaris NMF yang seharusnya dipanggil dalam perkara ini, karena telah menerbitkan produk Notaris. “Ujarnya.

Lebih lanjut, kata advokat yang memiliki ciri khas berambut kribo ini menyebut pihak RH telah memberikan pengertian kepada notaris NMF bahwa FH telah meninggal dunia, dalam fakta hukum Notaris NMF dengan terbitnya Akta Notaris No. XX tanggal 15 Juni 2022, tanpa ada pemberitahuan kepada pihak RH dan kawan-kawan.

“Disini kami melihat adanya kesalahan atau kelalaian Notaris yang harus digugat oleh pihak RH, pada kenyatannya RH dkk dilaporkan oleh pihak WH anak pertama dari FH yang tidak diikutsertakan dalam pembuatan Akta tersebut, karena FH belum ada persetujuan sebagai ahli waris dari FH kepada WH. dan pengakuan RH bahwa dia tidak pernah memberikan perintah atau melakukan tindakan diluar hukum dalam proses penandatanganan akta notaris. “Jelas Puguh dihadapan awak media.

Ironinya lanjut Puguh, WH malah melaporkan RH dan kawan-kawan ke Polda Banten atas dasar pemalsuan surat 263, 264, 266 KUH Pidana. Dengan nomor LP/B/140/2023/SPKT, tanggal 10 Juni 2023. Bahkan telah berproses dan terbitnya penetapan sebagai tersangka 1 dengan nomor S.Tap/165.a/III/RES.1.9 Ditreskrimum tgl 18 Maret 2024, penangkapan nomor SP.KAP/78/V/RES.1.9/2024/Ditreskrimum, serta Penahanan SP.HAN/69/V/RES.1.9/2024ditreskrimum.

Mengutip perkara kliennya, Puguh mengklaim telah mengajukan Permohonan Penangguhan penahanan tanggal 30 Mei 2024 ke Penyidik Polda Banten untuk tersangka SS dengan alasan kondisi kesehatan kliennya serta berbagai unsur lainnya yang mrnguatkan, namun jelas dia sampai dengan saat ini belum ada konfirmasi maupun persetujuan penangguhan terhadap SS.

“Kita melihatnya secara hukum ada salah tangkap dalam penangkapan tersangka SS. Dimana Locus dan tempus yang tidak sesuai pada Surat perintah penangkapan S.Tap/165.a/III/RES.1.9 Ditreskrimum tgl 18 Maret 2024. “Jelas Puguh.

Untuk itu lanjut Puguh, Kuasa Hukum dan Kantor Hukum PTW melakukan upaya hukum pra peradilan di Pengadilan Negeri Serang, sebagaimana dalam pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 s/d 83 dan pasal 95 s/d 97 KUHAP, pasal 1 butir 16 Jo. Pasal 38 s/d 46, pasal 47 SD 49 dan pasal 128 s/d 132 KUHAP.

“Perlu diketahui, Pasal 263 KUHP merupakan delik sengaja, baik perbuatan sengaja maupun sengaja sebagai maksud dan tidak ada delik kelalaian (culpa) dalam pemalsuan surat. Apabila pemalsuan identitas dituangkan dalam sebuah akta otentik, pelaku dapat diancam dengan Pasal 264 KUHP yaitu pemalsuan terhadap akta otentik dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun. “Bebernya.

Selanjutnya, ulas pengacara kondang ini, tindak pidana pemalsuan surat terdapat pada Pasal 266 KUHP, dimana isi pasal tersebut berbunyi sebagai berikut, yakni Ayat (1) “barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam surat akta autentik mengenai suatu hal yang kebenaranya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksut untuk memakai atau menyuruh orang lain.
( Rls FWJI / Red. )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2023 Garda Pelita News | Newsphere by AF themes.