Kab.Bogor – Aksi touring sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bogor ke Baduy pada Sabtu (22/2) menuai kritik tajam. Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Bogor, Hanif Abdullah, menilai kegiatan tersebut sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap kondisi masyarakat desa yang masih membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah desa.
“Kami melihat ini sebagai bentuk sikap tidak punya hati dari para kepala desa yang lebih mementingkan kesenangan pribadi ketimbang memikirkan kesejahteraan warganya. Apalagi, mereka menggunakan kendaraan dinas pemberian dari pemerintah kabupaten Bogor yang seharusnya dipakai untuk kepentingan pelayanan masyarakat, bukan untuk touring,” tegas Hanif Abdullah kepada media, Selasa (25/2).
Menurutnya, masih banyak permasalahan di desa seperti infrastruktur yang rusak, pelayanan publik yang belum maksimal, serta berbagai kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi. Namun, alih-alih fokus menyelesaikan persoalan tersebut, para kepala desa justru memilih kegiatan yang dinilai tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
“Kami tidak anti dengan kegiatan refreshing, tetapi apakah ini waktu yang tepat? Banyak warga desa yang butuh perhatian dan pelayanan maksimal. Para kepala desa ini seharusnya lebih mengutamakan tugas dan tanggung jawab mereka,” tambah Hanif.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti penggunaan dana publik dalam touring tersebut yang dianggap melanggar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, yang diteken Presiden pada 22 Januari 2025. Dalam Inpres ini, Presiden menginstruksikan seluruh pejabat negara, termasuk kepala desa, untuk melakukan efisiensi anggaran di berbagai sektor guna memastikan penggunaan dana yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Sementara itu, beberapa warga juga mengungkapkan kekecewaannya atas kegiatan touring tersebut. Mereka berharap kepala desa lebih fokus memperjuangkan kepentingan masyarakat daripada melakukan perjalanan wisata dengan dalih studi banding.
“Kami butuh jalan desa yang diperbaiki, butuh bantuan usaha, butuh perbaikan sarana pendidikan. Kalau kepala desa lebih memilih touring daripada mengurus desa, ya wajar kalau warga kecewa,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak kepala desa yang mengikuti touring tersebut. Namun, polemik ini diperkirakan akan terus bergulir dan menjadi sorotan publik, terutama bagi masyarakat desa yang merasa kepentingan mereka diabaikan. ( Team Red )