Gardapelitanews.com | Sukabumi –  Puluhan warga masyarakat yang mengatasnamakan Ormas Gabungan Islam Bersatu (GOIB) melakukan audience bersama UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah Pelayanan II di Dinas Kantor Marga & Penataan Ruang di Jalan Bhayangkara Kota Sukabumi, Senin 20 Januari 2025.

Berdasarkan pantauan di lokasi, sekitar pukul 10.30 WIB, puluhan anggota Goib tiba di kantor UPTD tersebut dan langsung melakukan audiensi dengan petugas BMPR Jawa Barat.

Sekretaris Umum Goib Sukabumi, Muh. Afrizal Adhi, mengatakan, bahwa kedatangan mereka bertujuan untuk mempertanyakan pelaksanaan proyek jalan pada tahun 2020 di wilayah Desa Mekarsari, khususnya di Kecamatan Nyalindung.

Menurutnya, analisis mereka menunjukkan bahwa bencana yang terjadi pada 3 Desember 2024 lalu di kawasan tersebut diduga sebagai dampak dari pengerjaan pengecoran jalan.

“Setahu saya, sejak kecil tinggal di sana, daerah itu tidak pernah mengalami bencana. Namun, setelah dilakukan pembetonan jalan, bencana itu terjadi. Kami sudah melakukan analisa lebih mendalam, dan Insya Allah dalam waktu dekat kami akan melangkah lebih jauh untuk meminta pertanggungjawaban pihak terkait,” kata Afrizal usai melakukan audensi di kantor UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah Pelayanan II Dinas BMPR Provinsi Jawa Barat pada Senin 20 Januari 2025.

Ia juga menambahkan, bahwa surat pemberitahuan audensi tersebut telah dilayangkan sejak Kamis 16 Januari 2025 lalu. Namun, ketika mereka datang ke kantor UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah Pelayanan II Dinas BMPR Provinsi Jawa Barat, pihak dinas tidak menunjukkan kesiapan untuk memberikan penjelasan terkait persoalan ini.

Afrizal memaparkan bahwa dampak dari pengecoran tersebut sangat merugikan warga sekitar. “Rumah warga yang dekat dengan jalan kini hancur dan tidak bisa ditempati karena tanah di bawahnya bergeser. Di lokasi, sebelah kanan jalan terdapat rumah warga, sementara sebelah kiri adalah tebing. Secara logika sederhana, jika terjadi pergeseran tanah, biasanya dimulai dari tebing. Namun, kali ini tanah di bawah jalan yang bergeser dan menyeret rumah warga,” jelasnya.

Kerusakan ini terjadi di Kampung Cisayar, RT 04 RW 08, Desa Mekarsari, Kecamatan Nyalindung. Afrizal menegaskan bahwa kondisi tersebut menunjukkan adanya indikasi kelalaian dari pihak terkait.

Menurut Afrizal, Ormas Goib akan mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan persoalan ini. “Kami menilai ada indikasi kelalaian yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menyebabkan kerusakan pada rumah warga. InsyaAllah, dalam waktu dekat, mungkin minggu depan, kami akan melangkah ke jalur hukum,” tegasnya.

Afrizal juga menekankan bahwa semua pihak, termasuk instansi terkait, harus bertanggung jawab atas dampak proyek tersebut. “Tidak bisa hanya dilimpahkan kepada satu lembaga atau instansi tertentu. Semua stakeholder harus bertanggung jawab, terutama Dinas Bina Marga Provinsi yang memiliki kewenangan atas proyek jalan ini,” tandasnya.

Sementara itu, Kasub Koordinator Pembangunan UPTD Pengelolaan Jalan dan Jembatan Wilayah Pelayanan II Dinas BMPR Provinsi Jawa Barat, Harry Kuswian, memberikan klarifikasi terkait bencana pergerakan tanah yang terjadi di Kabupaten Sukabumi.

Ia menegaskan bahwa bencana tersebut telah ditetapkan sebagai bencana alam oleh Bupati Sukabumi melalui surat keputusan pada 4 Desember 2024.

Harry menjelaskan, bahwa bencana pergerakan tanah ini tidak hanya terjadi di Kampung Cisayar, Desa Mekarsari, Kecamatan Nyalindung, tetapi juga berdampak pada 39 kecamatan di Kabupaten Sukabumi.

“Bencana ini merupakan bencana alam yang tidak dapat diprediksi. Jadi, tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan kesalahan perencanaan pembangunan,” kata Harry.

Menanggapi tudingan bahwa perencanaan pembangunan jalan dan jembatan oleh UPTD tidak sesuai, Harry menyatakan hal tersebut tidak benar. “Kami selalu mendesain pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, terutama di daerah-daerah rawan pergerakan tanah. Tidak semua titik dilakukan pembetonan, karena kami sudah memperhitungkan kondisi alamnya,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa bencana tidak dapat sepenuhnya diantisipasi. “Terkait bencana di wilayah pembetonan, kami juga tidak bisa memprediksi hal tersebut. Bencana adalah kejadian alam yang di luar kendali manusia,” tambahnya.

Menurut Harry, perencanaan pembangunan jalan di wilayah ini mencakup panjang sekitar 30 kilometer, dan setiap titik telah melalui pengkajian mendalam. “Sebagai contoh, di wilayah Tegalbuleud yang sering mengalami pergerakan tanah, kami tidak melakukan pembetonan untuk menghindari risiko yang lebih besar,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa proyek pemeliharaan pekerjaan ini dilakukan dari Desember 2022 sampai Desember 2024. Selama masa pemeliharaan, perbaikan terus dilakukan oleh penyedia jasa, termasuk penanganan pasca-bencana.

“Penyedia jasa tetap melaksanakan perbaikan sepanjang tahun, baik untuk Rumija atau ruang milik jalan maupun pengerasan,” katanya.

Terkait penanganan lebih lanjut, Harry menyebutkan bahwa diskusi teknis membutuhkan kajian dari lembaga yang berkompeten dalam menangani bencana. “Kami hanya merencanakan dan membangun sesuai kondisi alam. Kajian mendalam diperlukan untuk langkah-langkah penanganan selanjutnya,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya diskusi yang lebih kondusif. “Diskusi itu harus dilakukan secara resmi dan terarah, bukan dalam situasi yang tidak kondusif,” timpalnya

Harry menegaskan, bahwa pembangunan dan pemeliharaan jalan sudah dilakukan sesuai perencanaan dan kondisi alam di lapangan. “Terkait bencana yang terjadi, kami berkomitmen untuk terus membantu dalam upaya penanganan dampak bencana sesuai dengan kapasitas dan kewenangan yang dimiliki,” pungkasnya ( Red )

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *