LBH ANSOR, MENOLAK KERAS KEBERADAAN WAHABI DIKOTA BOGOR & MENEGUR PEMKOT JANGAN KABUR DARI MASALAH
Bogor | Gardapelitanews. com – Permasalahan pelik yang terjadi diwilayah hukum Kota Bogor perihal pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor – Jawa Barat, terus bergulir. Pasca berakhirnya Keputusan Walikota Bogor nomor 300/Kep 239-Huk.HAM/2022 tertanggal 27 Juli 2022 atas status keadaan konflik sosial pembangunan MIAH, kini pihak Yayasan Pendidikan Islam (YPI) MIAH, Herly Hermawan, mengungkapkan, berdasarkan undang – undang nomor 7 tahun 2012 tentang konflik sosial pasal 22, penetapan status keadaan konflik sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) berlaku paling lama 90 hari. Artinya menurut undang – undang batas waktu penetapan status tersebut telah berakhir. Sudah berakhirnya keputusan Wali Kota tersebut, lanjut Herly, maka Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, wajib membuka gembok pagar yang selama ini mengunci akses masuk ke area Masjid. Pihak yayasan bersama kuasa hukumnya tengah menuntut Pemerintah kota Bogor, untuk membuka akses serta perlindungannya dalam membangun bangunan mesjid dimaksud. Selasa 03 September 2024.
Dilain sudut lain, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kota Bogor Adv. Rudi Mulyana, S.H., C.Med., “sahabat Rudi”, menuturkan bahwa kejadian ini tidak bisa terlepas dari kronologi awal perihal kelalaian stake holder dalam hal ini elit pemerintah kota bogor yang nyata-nyata telah ceroboh tentang hadirnya keberadaan eksistensi wahabi salafi. kekurangan sigap serta kekeliruan berfikir secara ideologis begitu miskin pengetahuan dan pengalaman. Sehingga menyebabkan kepolosan dalam menentukan kebijakan atas izin-izin yang diberikan oleh pemerintah kota bogor kepada setiap orang atau badan hukum yang terindikasi menganut paham ekstrimistis (wahabi – salafi). Perlu diketahui, perjalanan paham wahabi – salafi dibelahan dunia manapun kerap memunculkan kekacau-balauan yang bersifat terstruktur dan sistematis disetiap belahan dan lapisan masyarakat dunia. Sehingga dari dasar itu, kami menegur Pemerintah Kota Bogor agar tetap waspada dan siaga, untuk tidak ceroboh dalam setiap menetapkan kebijakan. Karena jika salah-salah meberikan kebijakan dan izin, maka konsekuensinya adalah kezaliman / kebatilan yang terjadi.
Hari ini telah terbukti nyata bahwa sesungguhnya pemerintah kota bogor telah lalai dan miskin pengetahuan tentang permasalahan sosial dunia yang saat ini terjadi. Semula Pemkot telah memberikan izin berupa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sekarang diubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), namun tak lama kemudian Pemkot Bogor membatalkan PBG tersebut. Yang kemudian digugat lah pembatalan izin tersebut ke PTUN Jawa Barat sebagaimana Nomor Perkara Gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), No 150/G/2017/PTUN-BDG tanggal 22 Maret 2018 dan PTUN Bandung No 32/G/2018/PTUN-BDG tanggal 07 Juni 2018. Dan putusan tersebut dimenangkan oleh pihak yayasan pendidikan islam (YPI), Pemkot harus menelan pil pahit yaitu kekalahan. Tidak lama setelah itu, Pemkot Bogor menyatakan bahwa situasi kota bogor perihal perkara dimaksud dinyatakan status keadaan konflik sosial. Keputusan tersebut pun didukung penuh oleh Forum Komunikasi Pimpinan daerah (Forkopimda) Kota Bogor.
Perlu sahabat-sahabat ketahui, rel panjang tentang perijinan dapat kita temukan didalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung juncto Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. Adapun syarat pendirian rumah ibadat yang diatur oleh 2 memteri diatas No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 yakni wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Selain itu, juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi:
1. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah;
2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa
3. Rekomendasi tertulis Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota
4. Rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama kabupaten/kota
Jika dilihat dari peraturan atau ketentuan hukum yang berlaku diatas, dan sebegaimana yang saya singgung diatas, ada beberapa komponen elit bogor yang secara tidak langsung mendukung keberadaan gerakan ekstrimistis (wahabi – salafi) di Kota Bogor yakni pemerintah kota bogor, departemen agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama. Maka jelas pihak-pihak tersebutlah yang harus bertanggungjawab penuh atas adanya keberadaan wahabi – salafi di Kota Bogor. Jangan berlagak tidak tahu – menahu dan terkesan cuci tangan apalagi kabur dari permasalahan ini. Karena selain umat menuntut penolakan pembanunan gedung MIAH, umat pun akan mengejar instansi yang diduga menjadi biang kerok dari segala kejadian yang melahirkan peristiwa kacau balau hari ini.”tutup sahabat Rudi” ( Red)