November 15, 2024

Polisi Bongkar Jual Beli HP Black Market /Ilegal,

Gardapelitanews.com – Polda Jawa Tengah melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) membongkar praktik penjualan handphone ilegal alias Black Market di Kabupaten Demak dan di Kota Semarang.

Dari penjualan tersebut, setiap bulannya pelaku mendapatkan omzet sebesar Rp 108 juta.

Ungkap kasus ini, dua orang berhasil diamankan, yakni tersangka berinisial MI, warga Demak, pemilik toko atau counter bernama MC.

Satunya tersangka berinisial IMB, warga Kota Semarang, pemilik counter bernama HS. Total barang bukti yang diamankan sebanyak 173 unit handphone dari berbagai merek.

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Dwi Subagio mengatakan pengungkapan ini.

Diawal temuan adanya counter bernama MC di Kabupaten Demak milik tersangka MI. Tersangka menjual Handphone yang tidak memenuhi standar persyaratan teknis.

“Yaitu tidak menempelkan label Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) dari Kemenkominfo RI pada perangkat handphone. Ada sebanyak 36 unit,” ungkapnya kepada Jawa Pos Radar Semarang Kamis (20/7).

Selain itu ditemukan peralatan untuk melakukan repacking atau pengemasan
Handphone return yang dikembalikan oleh konsumen.

Hasil pengembangan, lanjut Dwi Subagio membeberkan, penyidik melakukan pengungkapan kasus sama di Semarang. Ditemukan di konter milik IMB.

“Tersangka juga menjual Handphone yang tidak terdapat label SDPPI pada perangkat. Dan penjual juga tidak bisa menunjukkan sertifikat SDPPI. Kemudian petugas melakukan penyelidikan dan di temukan 137 Handphone,” bebernya.

Modusnya, tersangka menjual barang tersebut di konter miliknya. Selain itu juga ditawarkan di media sosial atau melalui online.

Selain itu juga menawarkan dengan iming-iming garansi selama satu bulan terkait dengan device atau perangkat.

Manakala sudah lewat satu bulan, maka garansi tidak berlaku.

“Tersangka ini juga membeli barang ini (Handphone) melalui online, yang diduga merupakan barang Black Market (BM). Untuk mengelabui konsumen, Handphone baru yang dijual tersangka adalah Handphone keluaran lama yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pabrik Handphone,” bebernya.

Keuntungan yang diperoleh tersangka mencapai ratusan juta. Sebab barang tersebut diperoleh dengan pembelian yang sangat murah.

Pembelian bervariasi, mulai harga Rp 300 ribu sampai Rp 1,3 juta. Sedangkan penjualan mulai Rp 700 ribu sampai Rp 1,5 juta. Atau tergantung merek handphone.

“Handphone tersebut laku sebanyak dua sampai tiga unit per hari, atau sekitar 50 unit handphone per bulan,” jelasnya.

Sedangkan menurut keterangan tersangka kepada penyidik, Dwi Subagio mengatakan, tersangka MI mengoperasikan bisnis ilegal ini sudah berlangsung sejak enam bulan, atau Desember 2022.

Sedangkan tersangka IMB, sudah lima bulan terakhir, atau bulan Februari 2023.

“Omset penjualan handphone tersebut dalam satu bulan kurang lebih sekitar Rp
108 juta, dan keuntungan bersih yang
diperoleh dari penjualan handphone tersebut sekitar Rp 15 juta per bulan,” bebernya.

Barang bukti yang diamankan diantaranya sebanyak 173 unit handphone dengan total nilai uang mencapai Rp 259,5 juta.

Kejadian ini juga menimbulkan kerugian negara terkait PNBP mencapai ratusan juta.

Bahkan, Dwi Subagio juga menyampaikan, penjualan barang ilegal ini menimbulkan kerugian atau dampak terhadap konsumen.

“Karena Handphone belum memiliki sertifikasi pengujian dari SDPPI, maka tingkat radiasi signal beserta konsumsi daya baterainya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu dari setiap perangkat yang tidak memiliki sertifikat SDPPI, maka terhadap perangkat tersebut tidak terjamin keterhubungan jaringan. Handphone sering blank atau kehilangan sinyal,” bebernya.

Pihaknya menghimbau kepada masyarakat, supaya berhati-hati atau waspada manakala melakukan pembelian handphone.

Calon pembeli agar memperhatikan kelengkapan dan keaslian dari perangkat, dan tidak terkecoh dengan harga murah.

Selain itu juga teliti sebelum membeli, dan memastikan bahwa Handphone sudah
dilakukan sertifikasi.

“Sebaiknya konsumen membeli telepon genggam melalui agen ataupun counter resmi,” pungkasnya.

Atas perbuatannya, tersangka diancam pasal 8 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kemudian diterapkan pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 52 jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara. ( JP / GPN )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2023 Garda Pelita News | Newsphere by AF themes.