Pemkab Garut Diseminasikan Hasil Akhir Akhir Audit Kasus Stunting Semester II Tahun 2022
Garut, Tarogong Kidul ][ Gardapelitanews.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, menggelar acara Diseminasi Hasil Akhir Audit Kasus Stunting (AKS) Semester II Tahun 2022 Kabupaten Garut, di Aula Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Garut, Jalan Terusan Pahlawan, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Selasa (27/12/2022).
AKS sendiri merupakan kegiatan untuk mencari penyebab terjadinya kasus stunting sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus serupa. Adapun tujuan dari AKS ini di antaranya mengidentifikasi jumlah kasus, penyebab, tata kelola yang sedang diterapkan, tingkat efektivitas serta kendala yang terjadi, kemudian merumuskan solusi terhadap permasalahan yang dibahas pada audit kasus stunting di tiap daerah, dan diakhiri dengan evaluasi hasil tindak lanjut yang bertujuan untuk memberikan rekomendasi bagi tindakan/penanganan yang tepat pada kasus stunting.
Dalam AKS Semester II Tahun 2022 ini, kajian dilakukan oleh tim pakar yang terdiri dari Dokter Spesialis Obygn yakni dr. Rizki Safaa, Sp.OG, Dokter Spesialis Anak yaitu dr. Mustakim, Sp.A., dan Ahli Psikolog yakni Dinda Setiadewi, M.Psi.
Dalam AKS Semester II Tahun 2022 ini, Desa Cintanagara Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut menjadi lokus atau lokasi kajian tim pakar dan tim teknis, dengan melibatkan 1 calon pengantin (catin), 3 ibu hamil, 1 ibu nifas, dan 3 bayi bawah dua tahun (baduta).
Kepala DPPKBPPPA Garut, Yayan Waryana, menerangkan, untuk menurunkan angka stunting ini, Pemkab Garut telah banyak mengeluarkan banyak program, salah satunya yakni melalui Geber Insting atau Gerakan Bersama Intervensi Stunting, dan diluncurkanlah TOSS oleh Pemkab Garut.
“Kalau menurut saya Tnya dua, (jadi) TTOSS (jadi) T-nya temukan dan tandai, nah ternyata efektif loh dengan tandai ini, jadi kita membuat stiker, setelah diluncurkannya TOSS (atau) Temukan Tandai Obati Sayangi yang Stunting, maka di situlah bergerak seluruh stakeholder, sehingga Kabupaten Garut di awal-awal tahun diundang oleh BKKBN Provinsi Jawa Barat untuk menjadi _keynote speaker_ di sana, jadi (dianggapnya) Best Practice,” ujar Yayan dalam sambutannya.
Selain itu, imbuh Yayan, keseriusan Pemkab Garut juga ditunjukan dengan menganggarkan pemberian makanan tambahan dari Belanja Tidak Terduga (BTT) dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Garut Tahun 2022 sekitar 6 miliar rupiah.
“Dan itu sudah disebarluaskan pengadaannya, ditambah dengan motor delivery (jadi) ada motor yang dimodif belakangnya seperti box _jiga_ tukang es krimnya, ada (tulisan) TOSS di sana dan semua itu dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab oleh seluruh stakeholder yang ada di Pemerintah Kabupaten Garut, saling bahu-membahu, saling dukung mendukung,” imbuhnya.
Bahkan, Yayan mengatakan setelah berhasil menemukan data anak stunting sebesar 15.6% melalui Bulan Pencarian balita Stunting (BPS) pada bulan Juni 2022 lalu, pihaknya tidak cukup puas dengan hal tersebut, kemudian DPPKBPPPA Garut membuat sebuah inovasi dengan membuat program Sibangga-link atau Sistem Pengembangan Keluarga Nge link, yang berisi data-data balita stunting lengkap dengan nama, alamat, hingga foto balita tersebut.
Akan tetapi, guna memudahkan intervensi bagi Balita stunting tadi, pihaknya juga membuat stiker berisi nama, alamat, dan nama orang tua dari balita tersebut, kemudian di tempel di masing-masing rumah.
“Untuk memudahkan intervensi kita di lapangan maka kita langsung kemarin di bulan Oktober dengan sigap seluruh data-data tersebut ditarik ditampung oleh kita, kemudian dimasukkan ke dalam komputer kemudian diprint, hampir sekitar 3 minggu selesailah yang Baduta saja yang sekitar 7 ribu sekian, dan kita sudah sebarluaskan ke PPK, PPK di kecamatan untuk dipasang masing-masing sesuai dengan alamat dan nama keluarga yang memang masuk dalam kategori stunting, hal tersebut kenapa harus ditandai? Untuk lebih memudahkan kita mencari melakukan intervensi, “di mana ieu teh? Oh di anu” ada tandanya,” jelas Yayan.
Ia mengungkapkan jika Pemkab Garut tidak main-main dalam intervensi stunting ini, oleh karena itu banyak kebijakan dan program yang dilakukan, guna mencapai target angka stunting di tahun 2024 berada di angka kurang dari 14%.
Sementara itu, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat, Samsul Hadi, menuturkan jika dalam diseminasi AKS ini dipaparkan hasil audit dari tim pakar yang memiliki keahlian sesuai dengan bidang yang diaudit. Dari hasil tersebut muncul sebuah rekomendasi yang bisa dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Garut.
“Nah kalau harapan, mudah-mudahan dengan rekomendasi dari para pakar ini, bisa ditindaklanjuti oleh masing-masing dinas instansi berdasarkan instruksi, mungkin nanti rekomendasi ini dibuatkan secara tertulis, disampaikan kepada Bapak Wakil Bupati,” ujar Yayan.
Diharapkan dengan rekomendasi ini, Wakil Bupati sebagaibKeua TPPS bisa menindaklanjuti dengan memberikan instruksi secara tertulis kepada dinas-dinas terkait yang disampaikan oleh tim pakar,sehingga SKPD melakukan intervensi yang konkret dan teknis.
Sementara itu, salah satu tim pakar untuk AKS ini juga salah seorang Psikolog Klinis, Dinda Setiadewi, mengungkapkan jika tujuan dari AKS ini guna mewujudkan Kabupaten Garut _zero new_ stunting hingga menurunkan prevalensi angka stunting di Kabupaten Garut.
Berdasarkan hasil kajian tim pakar, Dinda memaparkan ada salah satu objek yang memerlukan tindakan segera, yakni seorang baduta yang mengalami stunting disertai penyakit penyerta.
“Yang paling utama yang tadi harus kita lakukan itu adalah mungkin harus punya tindakan segera terutama kalau misalnya untuk baduta yang ada penyakit sertaan, itu juga yang paling urgensi yang harus segera ditindaklanjuti tentunya ya agar tidak menghambat pertumbuhannya,” papar Dinda.
Ia berharap apa yang telah direkomendasikan oleh pihaknya bisa ditindaklanjuti dan bisa diimplementasikan di lapangan oleh Pemkab Garut.
“(Untuk penilaian AKS ini) tidak hanya perilaku sehari-hari, kalau perilaku itu kan kaitannya dengan kebiasaan dia sehari-hari, tapi juga dari status kesehatannya juga, status gizi, status psikologisnya, dan tentu untuk bisa mengubah ketiga hal tersebut perlu dilihat juga dari pola perilakunya,” tandasnya.
Reporter : Soni